Tugas guru dalam profesinya bahwa guru sebagai pendidik dan sebagai
pengajar. Akan tetapi dari kedua peran tersebut sehingga dapat terjadi karena
pembelajaran yang dengan tujuan bahwa guru dapat menciptakan suasana yang dan
situasi yang dapat diterima dalam belajar. Guru memainkan multi peran dalam
proses pembelajaran yang menyelenggarakan dengan tugas yang amat bervariasi.
Jika seorang guru telah berpegang dengan ketentuan dan amat bervariasi sehingga
di dapatkan guru dapat mewujudkan suasana yang belajar dan mengajar. (1). Guru
sebagai konservator (pemelihara) (2). Guru sebagai tramitor (penerus) (3). Guru
sebagai transformator (penerjemah) (4). Guru sebagai perencana (planner) (5).
Guru sebagai manajer proses pembelajaran (6). Guru Sebagai Pemandu (direktur).
(7). Guru sebagai organisator (penyelenggara) (8). Guru sebagai komunikator
(9). Guru sebagai fasilitator (10). Guru sebagai motivator (11). Sebagai
penilai (evaluator)
Pemahaman atas
tugas dan peran guru dalam penyelenggaraan system pembelajaran seyogianya
menjadi kerangka dalam berfikir dalam bahasa tentang penerapan Kode Etik Guru
sebagaimana mestinya.Kode Etik Guru Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya sesuai
dengan AD/ART PGRI 1994
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia yang berjiwa pancasila.
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
profesional
c. Guru dalam berusaha memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan bimbingan dan pembinaan
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya
untuk menunjang berhasilnya pembelajaran.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua
murid dan masyarakat seitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab
terhadap pendidikan.
f. Guru secara pribadi dab bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan profesinya
g. Guru memelihara hubungan sejawat keprofesian,
semangat, kekeluargaan dan kesetiakawanan social.
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi sebagai sarana perjuangan.
i. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan.
Konsep Kinerja Guru
Akadum (1999:67) mendefinisikan kinerja adalah
hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Sulistiyani dan Rosidah menyatakan kinerja seseorang merupakan
kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil
kerjanya (Akadum, 1999:67). Secara definitif Bernandin dan Russell dalam
(Akadum, 1999:67) juga mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Penilaian
kinerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun
kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan. (Hasibuan, 2005:87). Menurut Andrew
F. Sikula dalam Hasibuan (2005), penilaian kinerja adalah evaluasi yang
sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan
untuk pengembangan.
Dale Yoder mendefinisikan penilaian kinerja
sebagai prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi
pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai (Hasibuan, 2005:25).
Sedangkan menurut Siswanto (2003: 231) penilaian kinerja adalah suatu kegiatan
yang dilakukan manajemen atau penyelia. Penilai untuk menilai kinerja tenaga
kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian atau
deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.
Berdasarkan pengertian tentang kinerja di atas
dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil atau taraf kesuksesan yang dicapai
seseorang dalam bidang pekerjaannya menurut kriteria tertentu dan dievaluasi
oleh orang-orang tertentu terutama atasan pegawai yang bersangkutan.
Kinerja (performance) merupakan aktivitas
seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya. Pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab tersebut merupakan pengekspresian seluruh potensi dan
kemampuan yang dimiliki seseorang serta menuntut adanya kepemilikan yang penuh
dan menyeluruh. Dengan demikian, munculnya kinerja seseorang merupakan akibat
dari adanya suatu pekerjaan atau tugas yang dilakukan dalam kurun waktu
tertentu sesuai dengan profesi dan job deskcription individu yang bersangkutan.
Sebutan guru dapat menunjukkan suatu profesi atau jabatan fungsional dalam
bidang pendidikan dan pembelajaran, atau seseorang yang menduduki dan
melaksanakan tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia
Pasal 39 ayat 3 dinyatakan bahwa pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan
dasar dan menegah disebut guru. Sementara itu, tugas guru sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 39 ayat 2 adalah merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini berarti
bahwa selain mengajar atau proses pembelajaran, guru juga mempunyai tugas melaksanakan
pembimbingan maupun pelatihan pelatihan bahkan perlu melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat sekitar.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, maka seorang guru harus mempunyai sejumlah kompetensi atau menguasai
sejumlah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terkait dengan bidang
tugasnya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dapat mencakup kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
professional. Kompetensi pedagogik adalah berkaitan dengan kemampuan mengelola
pembelajaran, sedang kompetensi kepribadian adalah kemampuan pribadi yang
mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta
didik. Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan hubungan antar pribadi dan
dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan, kompetensi professionaladalah
kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran dan bidang keahliannya. Guru
yang mempunyai kompetensi profesional akan terlihat dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya di sekolah/ madrasah tempat ia bekerja. Menurut Muhaimin
(2001:63), mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan telah mempunyai kemampuan
profesional jika pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap
tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap
continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui
model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan jaman yang dilandasi oleh
kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi
penerus yang akan hidup pada jamannya dimasa yang akan datang.
Dalam konteks proses pembelajaran di kelas, guru
yang mempunyai kemampuan professional berarti yang bersangkutan dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Menurut Davis dan Thomas,
bahwa guru yang efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, mempunyai
pengetahuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas yang mencakup (1)
memiliki keterampilan interpersonal khususnya kemampuan untuk menunjukkan
empati, penghargaan terhadap peserta didik, dan ketulusan, (2) menjalin
hubungan yang baik dengan peserta didik, (3) mampu menerima, mengakui dan
memperhatikan peserta didik secara ikhlas, (4) menunjukkan minat dan antusias
yang tinggi dalam mengajar, (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya
kerjasama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok peserta didik, (6) mampu
melibatkan peserta didik dalam mengorganisir dan merencanakan kegiatan
pembelajaran, (7) mampu mendengarkan peserta didik dan menghargai haknya untuk
berbicara dalam setiap diskusi, (8) mampu meminimalkan friksi-friksi di kelas.
Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang
mencakup (1) mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan menanggapi peserta didik
yang tidak mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan perhatian, dan mampu
memberikan transisi substansi bahan
ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya
atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk
semua peserta didik. Ketiga, mempunyai kemampuan yang terkait dengan pemberian
umpan balik (feed back) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri atas (1)
mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik; (2)
mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap peserta didik yang
lamban dalam belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban
peserta didik yang kurang memuaskan; (4) mampu memberikan bantuan profesional
kepada peserta didik jika diperlukan. Keempat, mempunyai kemampuan yang terkait
dengan peningkatan diri yang mencakup (1) mampu menerapkan kurikulum dan metode
mengajar secara inovatif; (2) mampu memperluas dan menambah pengetahuan
mengenai metode-metode pembelajaran; (3) mampu memanfaatkan perencanaan guru
secara berkelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pembelajaran yang
relevan dalam (Suyanto, 2001:3) .
Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk
melaksanakan tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program
pengajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran.
Kinerja guru yang dicapai harus berdasarkan standar kemampuan profesional
selama melaksanakan kewajiban sebagai guru di sekolah.
Berkaitan dengan kinerja guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, terdapat Tugas Keprofesionalan Guru menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang Guru
dan Dosen yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Kinerja Guru
yang baik tentunya tergambar pda penampilan mereka baik dari penampilan
kemampuan akademik maupun kemampuan profesi menjadi guru artinya mampu
mengelola pengajaran di dalam kelas dan mendidik siswa di luar kelas dengan
sebaik-baiknya. Unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses
penilaian kinerja guru menurut Siswanto dalam Lamatenggo (2001:34) adalah
sebagai berikut :
1). Kesetiaan. Kesetiaan adalah tekad dan
kesanggupan untuk menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati
dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab.
2). Prestasi Kerja. Prestasi kerja adalah kinerja
yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan
yang diberikan kepadanya.
3). Tanggung Jawab. Tanggung jawab adalah
kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang
diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani membuat
risiko atas keputusan yang diambilnya. Tanggung jawab dapat merupakan keharusan
pada seorang karyawan untuk melakukan secara layak apa yang telah diwajibkan
padanya. Menurut Westra dalam Akadum (1999:86) Untuk mengukur adanya tanggung
jawab dapat dilihat dari: a). Kesanggupan dalam melaksanakan perintah dan
kesanggupan kerja. b). Kemampuan menyelesaikan tugas dengan tepat dan benar.
c). Melaksanakan tugas dan perintah yang diberikan sebaik-baiknya.
4). Ketaatan. Ketaatan adalah kesanggupan
seseorang untuk menaati segala ketetapan, peraturan yang berlaku dan menaati
perintah yang diberikan atasan yang berwenang.
5).Kejujuran. Kejujuran adalah ketulusan hati
seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan
untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.
6). Kerja Sama. Kerja sama adalah kemampuan tenaga
kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu
tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil
guna yang sebesar-besarnya. Kriteria adanya kerjasama dalam organisasi adalah:
a. Kesadaran karyawan bekerja dengan sejawat,
atasan maupun bawahan.
b. Adanya kemauan untuk membantu dalam
melaksanakan tugas.
c. Adanya kemauan untuk memberi dan menerima
kritik dan saran.
d. Tindakan seseorang bila mengalami kesulitan
dalam melaksanakan tugas.
7). Prakarsa. Prakarsa adalah kemampuan seseorang
tenaga kerja untuk mengambil keputusan langkah-langkah atau melaksanakan suatu
tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah
dan bimbingan dari atasan..
8). Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal
untuk melaksanakan tugas pokok. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan
kepala sekolah dalam membina dan membimbing guru untuk melaksanakan KBM
terutama kegiatan merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai
dan mengevaluasi hasil pembelajaran mengarah pada tercapainya kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa terkait dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap
serta nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru
Kinerja Guru akan menjadi optimal, bilamana
diintegrasikan dengan komponen sekolah baik kepala sekolah, fasilitas kerja,
guru, karyawan, maupun anak didik. Menurut Pidarta bahwa ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu :1).
Kepemimpinan kepala sekolah,2). Fasilitas kerja, 3). Harapan-harapan, dan 4.)
Kepercayaan personalia sekolah. Dengan demikian nampaklah bahwa kepemimpinan
kepala sekolah dan fasilitas kerja akan ikut menentukan baik buruknya kinerja
guru (Lamatenggo, 2001:35)
Selain itu, tingkat kualitas kinerja guru di
sekolah memang banyak faktor yang turut mempengaruhi, baik faktor internal guru
yang bersangkutan maupun faktor yang berasal dari guru seperti fasilitas
sekolah, peraturan dan kebijakan yang berlaku, kualitas manajerial dan
kepemimpinan kepala sekolah, dan kondisi lingkungan lainnya. Tingkat kualitas
kinerja guru ini selanjutnya akan turut menentukan kualitas lulusan yang
dihasilkan serta pencapaian lulusan yang dihasilkan serta pencapaian
keberhasilan sekolah secara keseluruhan (Lamatenggo, 2001:98) .
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme
Guru dalam pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju.
Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah
maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta,
institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga
merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu
penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan
seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional
khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya
bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan
profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando
maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru
selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang
mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau
penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali.
Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan
pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar
di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan
dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru
banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya. Akadum (1999:16) menyatakan dunia guru masih terselingkung
dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan
dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi
keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji
berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan
rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak
guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak
guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri
tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di
negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi
swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan
outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh
terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan
kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang
diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999:17) juga mengemukakan bahwa ada lima
penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak
menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru
terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu
pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan
pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan
pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan
pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5)
masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat
politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group
agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang
PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan
melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,
pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
Sumber
Semoga bermanfaat. Jangan lupa tinggalkan jejakmu dengan mengisi kolom komentar. Terima kasih.
Sumber
Semoga bermanfaat. Jangan lupa tinggalkan jejakmu dengan mengisi kolom komentar. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar